Di antara perkara yang dianggap heboh dalam minggu-minggu terakhir di dunia maya adalah isu tentang kenaikan harga rokok perbungkusnya hingga 3 kali lipat. Sehingga rata-rata rokok akan dijual mencapai harga Rp. 50.000 / bungkus.
Sudah dipastikan, kelompok orang yang pertama kali akan mengeluh dan protes tentang isu ini jika terjadi adalah para penikmat rokok itu sendiri. Sementara kelompok orang yang anti terhadap rokok (rumah sakit, mayoritas perempuan tidak perokok, dll) akan senang dan mendukung dengan kenaikan harga rokok.
Wajarkah Kenaikan Harga Rokok langsung 3 Kali Lipat?
Andaikata pertanyaan ini ditanyakan kepada perokok aktif dengan penghasilan pas-pasan tiap bulan, jawaban mereka tentu TIDAK, dan mungkin mereka akan beranggapan inilah Kebijakan Tergila yang pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama hidup mereka, terlahir dan menjadi WNI (Warga Negara Indonesia).
Mungkin yang lebih tepat menjawab pertanyaan di atas adalah para ekonom yang mengerti tentang materi APBN, pemasukan bea cukai, rantai jual beli rokok (mulai dari perusahaan produsen rokok, agen/toko penjual, hingga konsumen rokok) dan lainnya.
Penerapan Kebijakan Diskriminatif?
Jika dimaksudkan untuk pro-aktif mendekati semua elemen masyarakat (seluruh rakyat Indonesia termasuk di dalamannya adalah para pedagang dan penikmat rokok), maka kebijakan penerapan kenaikan harga rokok langsung 3 kali lipat bukanlah logika yang tepat karena memberikan kesan sangat diskriminatif pada warga negara tertentu.
Seandainya sangat diperlukan, maka penerapan kebijakan harga produk apa saja termasuk rokok sebaiknya dilakukan secara bertahap dan lazim, serta tidak berindikasi kegilaan dan zalim. Logikanya secara ekonomi adalah ketika harga suatu produk naik langsung melebihi 1 kali lipat dari harga semula, maka ini adalah kondisi yang sangat menyakitkan bagi para konsumen produk tersebut. (Sebagai catatan: rokok sudah menjadi kebutuhan pokok bagi perokok aktif).
Dampak Ekonomis dan Psikologis
Selain itu, perlu juga mempertimbangan dampak ekonomis dan psikologis terhadap jumlah perokok aktif di Indonesia yang banyak dan ada di semua lapisan masyarakat, baik di lembaga dan organisasi swasta maupun di lembaga pemerintahan (PNS), bahkan walau itu di rumah sakit, perokok aktif tetap bisa ditemukan. Bahkan anda bisa menemukan di antara para guru sekolah, para dosen, penulis buku, para pembicara dan ilmuwan nasional Indonesia, polisi, tentara, hingga para veteran / pejuang kemerdekaan RI adalah perokok aktif.
Yang harus dipertimbangakan misalnya, apa saja pengaruhnya terhadap kinerja para PNS berstatus perokok aktif, ketika mereka tidak lagi mampu membeli rokok setiap harinya disebabkan mahalnya harga rokok di luar jangkauan gaji PNS yang diterima mereka setiap bulan? Apakah PNS tsb akan semakin rajin melaksanakan tugasnya ataukah sebaliknya? atau bahkan PNS tersebut akan melakukan hal-hal yang merugikan pemerintah dan WNI secara umum seperti menambah peningkatan kasus korupsi/suap di level PNS tingkat bawah. Atau mungkin pemerintah juga berencana menaikkan gaji PNS di level bawah seiring dengan kenaikan harga rokok?
Pertimbangan lainnya, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampaknya secara ekonomi bagi para pedagang kecil, agen-agen penjual rokok dan produsen serta seluruh rantai ekonomi jual beli rokok. Lain cerita jika pemerintah memang hendak membumihaguskan seluruh perusahaan rokok dan konsumennya di Indonesia secara kasar (diktator).
Bagi pedagang kecil, menjual rokok legal adalah di antara sumber penghasilan mereka. Anda bisa membayangkan ketika konsumen mereka berkurang sangat drastis sebab daya beli konsumen tidak mampu. Maka di beberapa daerah akan muncul depresi sosial di kalangan pedagang, bahkan hal ini mungkin sudah terjadi di kalangan pedagang dan penikmat rokok, walau kebijakan tersebut belumlah lagi diterapkan.
Kenaikan harga rokok yang luar biasa tinggi, mungkin juga akan memicu timbulnya para pelaku kejahatan penjual rokok ilegal (rokok bebas pajak dan bea cukai) yang menjebak para pedagang kecil untuk membeli rokok dari mereka sebab lebih murah. Artinya, seiring dengan kenaikan harga rokok 3 kali lipat juga dapat menimbulkan kejahatan ilegal di masyarakat. Siapa yang dirugikan? pemasukan pemerintah, produsen, pedagang rokok yang harus dipenjara (ketika mereka ketahuan melanggar hukum), dll
Berita Lainnya:
Apa itu LGBT?
Siamang di Taman Rimba Jambi